Monday, January 12, 2009

TAKLIMAT PERJUANGAN

(dedikasi untuk kelahiran sulung blog Kota Marudu)

Para sahabat
Kota Marudu menunggu langkah sulung mu
Bulan purnama lepas airnya selalu menyurut
Membawa pesan yang tidak pasti
Selalu disalahertikan arahnya
Lidah kita terkedu
Sebal hati menebal
Tanah lahir mengalir lesu
Enggan mengalir ke muara harapan

Jika kita bermudik ke kuala beracun
Arusnya kita tentang jangan berpatah balik
Siapa sangka nanti tangan kita mengenggam dunia
Selagi kita masih berdiri
Roda masa berputar silih berganti
Pesan kita tetap bertukar keramat

Kita bawa jejak perajurit kita
Sekalipun meredah bara berapi
Menyusun arah jangan rasa terguggat
Jangan padamkan perjuangan ini.
Kita sulamkan hati kita bersama
Pertempuran demi pertempuran


Ke mana samboyanmu
Kerana kita akan melukiskan darah
Pada batu kekar di dada bangsa

SUKMA JASA
12.17pm
Kuala Lumpur

Sunday, January 11, 2009

Tangisan Gaza

Gaza
Engkau mengumpul ratap
Tangis murung
Di antara reruntuh dan malam sunyi
Duka dan luka
Berzaman dirobek kacau bilau peradaban
Medanmu menjadi saksi
Kematian

Gaza
Engkau mengenggam darah
Peluru Zionis bagai pesta bunga api
Semarak kesumat yang mati rasa
Jasad kaku bagai santapan
Untuk semua rasa dendam
Menghampar kebencian rasa
Menjadi api
Di hujung ideologi tanpa belas kasihan

Gaza
Engkau mengumpul jasad
Air mata menjadi hujan resah
Mendung di langit rasa seorang ibu
Menadah tangan memanjat remuk hati
Ke gerbang syurgawi
Sebelum habis ucap syukurnya
Itupun tersembam ke bumi
Di sisi perbaringan anak kesayangan
Sejak petang semalam terhenti nadinya
Digerenyang debu
Serpihan dentum gempita
Dan kawah durjana itu
Telah meranapkan ruang teduh
Menjadi medan lapang

Kematian menyongsong kematian
Para bapa silih berduka dalam dakapan teman-teman
Ratap berganti jerit tangis keluh dan keluhan
Menjadi api, darah dan air mata
Jejak Zionis di bumi Palestin
Dilaungkan atas nama kepentingan
Tetapi mereka menabur darah hanyir
Dari terbit matahari
Sehingga hilangnya bulan sebelum fajar

Bumiku perlu bersatu
Kekang pesta LAKNAT ini
Luka pedih Palestin
Dan tangisan Gaza
Kita tidak pernah tahu
Siapakah yang dapat membezakan
Air mata mereka yang tumpah di bumi lahir
Di antara geremis sendu
Renyai ratapan
Dan hujan peluru

SUKMA JASA
12 Jan 2009
Kuala Lumpur

Tuesday, January 6, 2009

Darah Di Bumi Palestin

Satu nyawa cuma-cuma
Disambar peluru
Darah mendidih di tanah lapang berdebu
Pada satu malam yang malang

Sepuluh nyawa percuma
Berhenti nadinya
Di celah reruntuh
Darah mengalir ke ruang tamu
Berlangitkan bintang

Seratus nyawa hilang harga
Digerenyang semau nafsu
Antara angkuh Zionis dan gempur gerila
Para wanita di sisi anak
kaku tanpa suara menyeru nama ibunya
Para bapa dan pelukan terakhir mereka
menitis airmata menjadi luka

Seribu nyawa hilang nilai
kelongsong sejuta peluru menjadi kalung kematian
Bangsa penakluk yang tak pernah tunduk
Menyeringai dipuja bangsa lain yang buta matanya
Mereka ini merobek tanah lahir
menebar jala durjana
Di meja bulat penjahat perang tidak diadili
Atas nama setiakawan

Engkau Zionis
Bumi Palestin kau jadikan debu
Engkau anggap dirimu dewa kematian
Tapi bangsa kecil ini
Engkau gementar ketakutan
Mendengar takbir perjuangan mereka
Kerana mereka juga membalas kematian
Ke atas bangsamu

Sang Zionis,
Di depan matamu ada banyak curiga
Tapi soldadumu tidak akan mati dengan peluru batu
Di depan matamu ada banyak salah sangka
Tapi kanak-kanak kecil ini
tidak mungkin melukakan laskarmu dengan tangan kosong
Tapi engkau tetap tidak mematikan serakahmu
Katamu ini demi negaraku
Adakah tanah mereka tidak berdaulat?


SUKMA JASA
6 Jan 2009
Kuala Lumpur

Monday, January 5, 2009

Pantai Feringgi

Wajahnya
Mengumpul lukisan angin gusar
Berpuing di pantai rasa

Lelaki itu
Dan desir Feringgi
Menyusur garis khayalan
Antara ilusi
Segenggam rasa
Dan hasrat

Diamnya membaca gerimis
Yang basah di cermin gundah
Kelam dijengah awan gemawan
Ingin ditafsir sebelum tidur
Menjadi pesan yang siap di dada mimpi
mengalas perbaringan
di sisi seorang teman

Sebelum pergi
Aku ingin menyapanya kali terakhir
Feringgi itu cuma pasir putih
dan lautan yang menyimpan kisahku
Hasrat seorang lelaki yang tertunda

Pelangi Di Musim Hati

Coretan tanpa arah
Tanpa rasa
Kutarikan bersama kunang-kunang malam
Bersela-sela mencumbui ruang
Mencari bayang
Segumpal rasa
Kusuluh dari jiwa raga
Dalam singkat kenangan
Memuja warna
Antara desah dan resah
Baru sahaja pertempuran itu berhenti
Emosi yang tumpah
Dan sebuah sketsa yang siap

Seorang tua
Bertanya
"dengan siapakah kau berkata-kata?"
"Maaf pak, aku ditinggalkan bersama pertanyaan
gadis itu baru sahaja menaiki keretapi"

"Nak, gadis itu katanya
ingin mewarnai lukisan hatimu,
tapi kau memilih menyiapkannya sendiri"

Aku Sering Terlupa

Pohon rendang
Helai gugur disuluh senja
Malam di perbaringan

Usik suria
Dan bening waktu
Mengejut mimpi
Aku sering terlupa bertanya
Berapakah usiaku pagi ini?

Puisi Ini Untuk Siapa?

Deru ombak dan angin semilir
menggugat raga di lautan kalbu
Ada tanya pada buih yang berjela-jela
Tanpa jemu mendampar membasah di bibir pantai

Nun samudera merentang mendepa lelangit
Rindu pada pelangi yang melakar
Adiwarna di puncak gunung bersalju
Pada suatu siang yang tenteram
Aku tahu ada sukma yang rindu pada juita
Merejam tubuh, aneh dan dicanda rasa dingin dan gunda dinihari

Remang sirna senja melukis bayang
Kelu tanpa kata di medan maya
Para isteri pelaut melawan waktu
Bersilih ganti merapat ke bumi
Mengibar layar doa untuk suami di horizon
Sekadar kuperhati dengan tekun
Mengatur rasa

Kulapangkan dada
Menghantar pandang ke gigi pantai sejauh rasa
Menunggu wajah gemalai dan satu pertemuan yang selesai
Sedari tadi telah kusiap sebuah prosa misteri untukmu!

Saturday, January 3, 2009

Diari Lelaki III Dan Catatan Akhir IV

III

Biarkan aku di sini
Bercanda kenangan
Di kaki senja
Meremang di hujung rasa

IV

Gelap pekat
Kunang-kunang malam
Berkelip di hujung mimpi
Menyuluh tidur seorang lelaki
Di sisinya adalah serangkai harapan
Di antara hati yang remuk
Dan doa untuk seorang teman

Diari Lelaki II

Lidah berapi
Dan rindu yang mengah
Sebuah simfoni
Gemersiknya bergema di bibir yang merah
Basah oleh airmata senja

Biarlah kupendam rasa nikmat rindu
Agar bilur rasaku tidak lagi menggores
jiwa ragamu
Demi mengusir mimpi berdarah
Dari daerah hatimu
Ke muara kenangan.

Diari Seorang Lelaki

Pagi itu hujan turun
Berteman kabus pada tirai pagi yang dingin
Hening di sukma rasa menggetar raga
Entah tiu gunda gulana entah tiu rindu dendam
Dan bait puisi membisik ke jiwa seorang lelaki
Gurindam asmara
Dan menjadi tari halilintar
Di antara renyai dinihari
Dan kemilau pedang dewata
Menyeringai di hujung nyawa

Sudah terlalu singkat untuk mengenang

Kronologi Pendek Satu Malam Yang Panjang

Potret malam meruntun satu demi satu
Menyala bara di hujung sebuah kisah
Sebentar tadi kemboja merunduk mengintai senja
Menunggu gulita malam demi satu janji kosong

Ada tari nafsu yang berdansa
Mengasak emosi sang pecinta
Mengelinjang di ranjang kota
Melahap mimpi di telaga sukma sang jelitawan
Mendesah dihujani gerimis
Menembusi tirai awan gemawan
Membiru dipagut rindu yang aneh

Bila purnama meminggir
Diterjah bening berkabus di jendela waktu
Bayang mendung menoktah satu pertepuran yang sia-sia

Lalu ada tanyaku pada satu sore
Saat nyala asmara mulai menyingkir dari perkotaan
"Hanya itukah yang mereka cari dari neon kota?"

Aku Pagi Semalam

Duduk di bangku taman
Menunggu pesan
Tidak ada siapa-siapa
Cuma pohon mati
Melanggan dingin
Di hujung jalan mati

Daun kering
Gugurnya ke hujung kakiku
Itupun disapu angin

Nota Rasa

Kepada ombak yang bercanda di bibir pantai
Gemersikmu pecah ke batu yang tersusun ragu
Nyanyian senjamu tidak ada lagu gemersik rindu

Dan aku yang bercanda di hujung ombak
bukan menungu purnama
Tidak ada lagi gurau di tepi samudera

Friday, January 2, 2009

Melankolit Di Bumi Gersang (Ke Mana Pergi Bummi Hijauku?)

Derap terhenti kelu
Mengancam rasa hati
Panah fatamorgana
Dan kerlip sang mentari
Menyinga di awan biru
Tiada gerombolan angin
Mengendarai awan

Bumiku bermandikan kepul kelabu
Jejak jentera membuka ruang ilham kota berjela-jela
Geladak hitam di antara rekah menyeringai
Medan tumbang sang pokok menjerit hingga ke hujung malam
Kulihatnya memeluk kawanan daun hijau
Mengharap pesannya ke ranting
Bersemi lagi di lembah kontang

Hijau bumiku hanyir
Larut ke perut bumi
Dan mengalir ke sungai masa
Ke muara kematian

Perjalanan Waktu Pagi

Waktu melewati waktu
Mengharap hujan membasuh bingkai kenangan
Kerana aku tidak akan menyapunya dengan air mata
Samar-samar
Nafas menjadi dingin membeku
Menjemput hidup

Wahai wanita
Bila kau sentuh hatiku
Jangalah dengan lembut jemarimu
Atau bisik rinduan
cuma
Berikan aku waktu
Yang kau ajarkan aku
Bisa mencatat
Bisa mengerti
Kerana aku akan menjenguk hatimu
Menikmati bahasa dan suara hayat
Kerana aku lelaki

Bila musim melewati musim
Dirimu tetap menemani perjalananku
Menyapunya dengan air mata setiap pagi

Diari Hati Yang Gundah

Ingin sahaja kuletak sebuah tanda
Perhentian tujuh rasa
Demi sebuah kisah
Yang tercatat antara gerimis
Dan bahang emosi
Telah siap menghantar
Gelora membelai bilah
Belati yang mengusik gurindam
Ukiran puisi berdarah

Aku gagal membalut
Sekeping hati yang tergores
Diterjah pelangi

Tuesday, December 30, 2008

Menyusur Puncak Ilham

sukmaku dipagut ingatan
sinar mantera rasa mematri ke langit
antara luka awan yang sayu
menghantar bayu ke gigi ombak yang selesai
menyusun firasat di dada pantai

riak sendu
terdiam mendampingi puncak
aku akan ke sana
rindu melangkah sungai dan hijau belantara
dengan telapak yang terluka
menyusur kisah makin kelam
dilintasi purnama

Sekali sekala
di puncak masa
aku akan menoleh juga ke belakang
menghafal waktu
di bawah langit maya
jika ada angin taufan pun
tidak mengapa
tidak lagi sederas dulu

http://morionexpress.blogspot.com/2007/02/menyusur-puncak-ilham.html

Tuesday, November 11, 2008

Salam MERDEKA!!!

Terima kasih
Hari mu datang lagi
Mengkhabarkan sejarah
Antara mengajar
Dan memberi ingatan

Terima kasih
Laung keramat bergema lagi
Membisikkan kisah
Antara kematian
Dan senyum yang hidup

Terima kasih
Pemimpin kami berkumpul lagi
Berganding rasa
Antara luka lama
Dan belati di rusuk bangsa

Terima kasih
Anak bangsa bersatu lagi
Memberi tabik hormat
Antara peluru sengketa
Dan sebuah perdamaian

Terima kasih MALAYSIA
Aku masih di sini
Berjabat salam
Antara kejujuran
Dan harga diri

Di bumi yang kupijak
Aku mula memetik cinta
Tiada keraguan

http://morionexpress.blogspot.com/2006/09/salam-merdeka.html

Selamat Hari Ibu

Telah kau titiskan untuk kami
Tangisan luhur mengalir dari pelupuk matamu
Yang belum pernag gagal memadamkan prihatinmu terhadap kami
Dan kami pernah tidak pernah mengerti dulu

Telah kau serukan suaramu
Nyaring amarahmu ke halwa rasa
Dari sudut jiwamu yang tidak pernah gagal
Menudungi kami dengan bisikan rahmat
Dan kami pernah tidak mengertinya dahulu

Telah kau ajar tubuh ini dengan bilah rotan
Yang melibas hikmat dan didikan
Di antara simpati dan getar azam tanganmu
Yang tidak pernah gagal mengasihani kami
Dan kami pernah tidak mengertinya dahulu

Telah kau basuhkan lelah kami
Dengan bicara yang tidak pernah putus
Tumpah dari ulas getir bibirmu
Yang tidak pernah gagal membisikkan pedoman
Sebelum tidur kami
Dan kami pernah tidak mengertinya dahulu

Telah kau sembunyikan deritamu di balik senyum
Dan merebahkan lelahmu di sisi usiamu
Dan kau memilih membuang mengahmu
Jauh ke lubuk hatimu
Yang tidak pernah gagal memanjatkan doa untuk kami
Dan kami pernah tidak mengertinya dahulu


Ibu,
Di antara sekian banyak tidak mengerti kami
Di antara sekian banyak kegagalan kami
Di antara setiap jatuhnya perjuangan kami
Maafkan kami.......
Maafkan kami.......
Anak-anakmu yang gagal mengerti jalan didikanmu

Dan kini kami mengerti dengan jiwa sesal
Bahawa ibu sering selalu bersendirian
Memilih untuk bersabar hati di ruang sunyi
Bertelut dengan wajah dan senyum yang murni
Bersiap diri di antara susun jarimu yang tertib dan ikhlas
Rupanya...
Lantai basah yang sering kami bersihkan dulu
Itu Air mata ibu yang tumpah
Saat nyanyian doa melayang
Ke hadirat Sang Penghibur

Ibu,
pandanglah kami dengan belas kasihan
Inilah anak-anakmu yang sudah besar
Dari luka nalurimu yang sarat derita namun sabar.....
Izinkan kami bernaung di lembayung doamu
Agar kami dapat menyudahkan hidup kami
Anak-anak kami
Dan wajah-wajah masa depan
Hidup di hujung telunjuk restumu

http://morionexpress.blogspot.com/2006/05/14-mei-selamat-hari-ibu.html

web counter code PELAWAT BUDIMAN